- Back to Home »
- agama »
- AKHLAK
Posted by : Unknown
Selasa, 30 Juni 2015
Pengertian Akhlak
Akhlaq
adalah bentuk jamak (plural) dari kata khuluq. Dalam Al-Qur’an kata khuluq
disebut diantaranya pada surat Al-Qalam ayat 4:
“dan
Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al-Qalam : 4)
Sedangkan
dalam hadits banyak disebutkan diantaranya :
Ketika
Siti Aisyah ditanya oleh para sahabat tentang akhlak Rasulullah saw., ia
menjawab dengan singkat: Ùƒَانَ Ø®ُÙ„ُÙ‚ُÙ‡ُ الْÙ‚ُرْآن)) “Akhlak Rasulullah
saw. adalah Al-Qur’an.(HR.Muslim).”
انّمابعثت لأتمّÙ… مكارم الأخلاق
(رواهالبخاري)
“Sesungguhnya
aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia”.
Dengan
demikian merujuk kepada ayat diatas kata akhlak atau khulqun secara kebahasan
berarti budi pekerti, adat kebisaan, atau perangai muru’ah atau segala sesuatu
yang sudah menjadi tabiat.
Dilihat
dari segi terminologi (istilah) “ Akhlak “ (Ø£َØ®ْلاَÙ‚ٌ
) terdapat beberapa pakar yang berpendapat antara lain :
a. Imam
Al-Ghazali
Akhlaq
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
b. Ibrahim
Anis
Akhlaq
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam
perbuatan.
c. Abdul
Karim Zaidan
Akhlaq
adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang depan sorotan
dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk.
Dari
keterangan diatas. Jelaslah bagi kita bahwa akhlaq itu haruslah bersifat
konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan
pertimbangan serta dorongan dari luar. Sekalipun dari beberapa definisi di atas
kata akhlak bersifat netral, belum merunjuk kepada baik dan buruk, tapi pada
umumnya apabila disebut sendirian, tidak dirangkai dengan sifat tertentu, maka
yang dimaksud adalah akhlak yang mulia. Misalnya, bila seseorang berlaku tidak
sopan kita mengatakan padanya. “kamu tidak berakhlak”. Padahal tidak sopan itu
adalah akhlaknya.
d. Muhammad
Abdullah Dirros :
“Akhlak
adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana
berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar ( dalam hal
akhlak yang baik ) atau pihak yang jahat ( akhlak yang jahat ) “ . Selanjutnya
perbuatan-perbutan manusia yang dapat dianggap sebagai manifestasi dari
akhlaknya, apabila dipenuhi dengan dua syarat, yaitu :
Pertama,
Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama,
sehingga menjadi kebiasaan.
Kedua,
Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan
karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang
lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah
dan lain sebagainya.
e. Barmawie
Umary :
“Ilmu
akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji dan
tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia, lahir dan batin.”
Dari
definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah tabiat, sifat
seseorang atau perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya yang
sudah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar sudah melekat
sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa
dipikirkan serta di angan-angan lagi. Maka dari itu gerakan refleks, denyut
jantung dan kedipan mata itu tidak dapat disebut sebagai akhlak, karena gerakan
tersebut tidak diperintah oleh unsur kejiwaan. Sebab akhlak merupakan
“kehendak” dan “kebiasaan” manusia yang menimbulkan kekuatan-kekuatan yang
sangat besar untuk melakukan sesuatu.
Kehendak
merupakan keinginan yang ada pada diri manusia setelah dibimbing, dan kebiasaan
adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah untuk melakukannya. Oleh
karena itu faktor kehendak atau kemauan memegang peranan yang sangat penting
sebab dengan adanya kehendak tersebut telah menunjukkan adanya unsur ikhtiar
dan kebebasan, yang karenanya dapat disebut dengan “akhlak”.
Maksud
dengan sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan
tanpa dipikirkan serta di angan-angan lagi, disini bukan berarti bahwa
perbuatan tersebut dilakukan dengan tidak sengaja atau tidak di kehendaki. Maka
perbuatan-perbuatan yang dilakukan itu benar-benar sudah merupakan ” azimah ”
yakni kemauan yang kuat tentang sesuatu perbuatan, oleh karenanya jelas bahwa
perbuatan itu memang sengaja di kehendaki adanya. Hanya saja keadaan yang
demikian ini dikakukan secara kontinyu, sehingga sudah menjadi adat / kebiasaan
untuk melakukannya, karenanya timbullah perbuatan itu dengan mudah tanpa
difikirkan lagi, begitu juga karena bentuknya tidak kelihatan sehingga dapat
dikatakan bahwa “Akhlak” ( Ø£َØ®ْلاَÙ‚ٌ)
adalah nafsiah ( bersifat kejiwaan ) atau maknawiyah ( sesuatu yang abstrak ),
sedangkan bentuknya yang kelihatan dinamakan mu’amalah ( tindakan ) atau suluk
(prilaku) maka dari itu bentuknya akhlak adalah sumber dan prilaku tersebut.
Keseluruhan
definisi akhlak tersebut diatas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan
memiliki kemiripan. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansi saling
tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang
terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
“Pertama,
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang dilakuakan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak
berarti bahwa pada saat melakukan perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan
tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang dilakukan oleh orang yang sehat akal pikirannya. Ketiga, bahwa perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya,
tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, bahwa perbuatan akhlak
adalah perbutaan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau
karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak
(khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas
semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji atau karena ingin mendapatkan
sesuatu pujian.”
Ruang Lingkup Akhlak
Sifat Mahmudah atau juga dikenali dengan
akhlak terpuji ialah sifat yang lahir didalam diri seseorang yang menjalani
pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang keji dan hina (sifat mazmumah). Sifat
Mazmumah boleh dianggap seperti racun-racun yang boleh membunuh manusia secara
tidak disedari dan sifat ini berlawanan dengan sifat mahmudah yang sentiasa
mengajak dan menyuruh manusia melakukan k[1]ebaikan.
Oleh itu, dalam Islam, yang menjadi pengukur
bagi menyatakan sifat seseorang itu sama ada baik atau buruk adalah berdasarkan
kepada akhlak dan perilaku yang dimilik oleh seseorang.
Akar akhlak mazmumah(akhlak tercela):
1. penyakit
syubhat. Penyakit ini menimpa wilayah akal manusia, dimana kebenaran tidak
menjadi jelas (samar) dan bercampur dengan kebatilan (talbis). Penyakit ini
menghilangkan kemampuan dasar manusia memahami secara baik dan memilih secara
tepat.
2. penyakit
syahwat. Penyakit ini menimpa wilayah hati dan insting manusia, dimana dorongan
kekuatan kejahatan dalam hatinya mengalahkan dorongan kekuatan kebaikan.
Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia untuk mengendalikan diri dan
bertekad secara kuat.
a. Syahwat
kekuasan, berarti bahwa dorongan berkuasa dalam diri seseorang begitu kuat
sampai tingkat dimana ia mulai menyerap sebagan dari sifat yang hanya layak
dimiliki Allah SWT. Hal ini dimulai dari yang terkecil-senang dikagumi
(sum’ah), senang disanjung di depannya (riya’), dan merasa puas diri (ghuhur),
sampai pada yang hal yang besar-sombong, angkuh, jabarut, mengintimidasi, dan
zalim. Syahwat inilah yang kemudian mendorong manusia sampai pada tingkat yang
lebih jauh lagi, yaitu syirik. Inilah dosa yang membuat Fir’aun terlaknat.
b. Syahwat
kesetanan, berarti bahwa ada dorongan yang kuat dalam diri seseorang untuk
menyerupai setan dalam berbagai bentuk perilaku dasarnya. Misalnya, memiliki
sifat benci, dengki dan dendam, gemar menipu, membuat ulah dan makar,
menyebarkan gosip, memfitnah, menyesatkan orang lain, dan semacamnya. Syahwat
ini biasanya mempertemukan antara kecerdasan di satu sisi, dengan dorongan
setan di sisi lain. Karena itu, pelakunya cenderung licik dan culas dalam
pergaulan serta berwajah ganda.
c. Syahwat
binatang buas, syahwat ini berasal dari nafsu amarah dan angkara murka, seperti
api yang cenderung membakar dan membumihanguskan. Jika syahwat angkara murka
bertemu dengan kekuatan fisik yang mendukung, maka lahirlah berbagai macam
perilaku buruk, seperti permusuhan, debat, penjajahan, pembunuhan, tirani,
penodongan, dan perkelahian.
d. Syahwat
binatang ternak, syahwat ini berasal dari naluri binatang dalam diri manusia
dan mendorongnya untuk memenuhi kebutuhan perut dan kemaluannya secara
berlebihan. Penyakit syahwat ini mendorong manusia menjadi hedonis, permisif,
dan berpikir jangka pendek. Dari syahwat perut lahirlah sifat-sifat serakah,
rakus, memakan harta anak yatim, pelit, mencuri, korupsi, sifat pengecut,
penakut, dan semacamnya. Adapun dari syahwat kemaluan lahirlah perzinaan.
Akhlak
Kepada Allah
a. Cinta
dan ikhlas kepada Allah SWT.
b. Berbaik
sangka kepada Allah SWT.
c. Rela
terhadap kadar dan qada (takdir baik dan buruk) dari Allah SWT.
d. Bersyukur
atas nikmat Allah SWT.
e. Bertawakal/
berserah diri kepada Allah SWT.
f. Senantiasa
mengingat Allah SWT.
g. Memikirkan
keindahan ciptaan Allah SWT.
h. Melaksanakan
apa-apa yang diperintahkan Allah SWT.
Akhlak
Dalam Keluarga
Tetanggamu
ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu
susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak
kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu
mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.
Pendidikan
kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan,
kesusilaan/moral timbul didalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu
manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi
berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi,
ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan
masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota
masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma
kesusilaan yang berlaku.
Akhlak
Dalam Masyarakat
a. Tolong-menolong
b. Adil
c. Menepati
janji
d. Bermusyawarah
e. Menjaga
ukhuwah
Akhlak
Terhadap Alam Sekitar
a. Melestarikan
lingkungan
b. Menjaga
lingkungan dari pencemaran
c. Memanfaatkan
sumberdaya untuk kesejahteraan bersama
Perbandingan
Ukuran Baik Buruk dalam Akhlak dengan Aliran dalam Filsafat Etika
Perkataan akhlak sering juga disamakan dengan
kesusilaan atau sopan santun. Bahkan, supaya kedengarannya lebih modern dan
mendunia, perkataan akhlak kini sering diganti dengan kata moral atau etka.
Moral berasal dari Bahasa Latin yakni Mores, jamak kata mos yang berarti
adat kebiasaan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, moral artinya ajaran tentang baik
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan
akhlak. Moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu
sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar,
salah, baik dan buruk. Dimasukkannya penilaian benar atau salah ke dalam moral,
jelas menunjukkan salah satu perbedaan antara moral dengan akhlak, sebab benar
salah adalah penilaian di pandang dari sudut hukum yang di dalam agama Islam
tidak dapat dicerai pisahkan dengan akhlak.
Etika berasal dari Bahasa Yunani yakni Ethos, yang berarti kebiasaan.
Yang dimaksud adalah kebiasaan baik atau kebiasaan buruk. Umumnya, kata etika
diartikan sebagai ilmu. Makna etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral atau akhlak. Di dalam Ensiklopedi Pendidikan, diterangkan bahwa etika
adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk. Kecuali
mempelajari nilai-nilai, etika merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu
sendiri.
Sebagai cabang filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk
menentukan nilai perbuatan baik atau buruk, ukuran yang dipergunakannya adalah
akal pikiran. Akallah yang menentukan apakah perbuatan manusia itu baik atau
buruk. Kalau moral dan etika diperbandingkan, maka moral lebih bersifat
praktis, sedangkan etika bersifat teoritis. Moral bersifat lokal, sedangkan
etika bersifat umum (regional).
Akhlak Islami berbeda dengan moral dan etika. Perbedaannya dapat dilihat
terutama dari sumber yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Yang
baik menurut akhlak adalah segala sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan
nilai dan norma agama; nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat,
bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Yang buruk adalah segala sesuatu
yang tidak berguna, tidak sesuai dengan nilai dan norma agama serta nilai dan
norma masyarakat, merugikan masyarakat dan diri sendiri. Yang menentukan baik
dan buruk suatu sikap yang melahirkan perilaku atau perbuatan manusia, di dalam
agama dan ajaran Islam adalah Al-Qur’an yang dijelaskan dan dikembangkan oleh
Rasulullah SAW. dengan sunnah beliau yang kini dapat dibaca dalam kitab-kitab
hadits.
Yang menentukan perbuatan baik atau buruk dalam moral dan etika adalah
adat istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat pada suatu tempat di suatu
masa. Di pandang dari sumbernya, akhlak Islami bersifat tetap dan berlaku untuk
selama-lamanya, sedangkan moral dan etika berlaku selama masa tertentu di suatu
tempat tertentu. Konsekuensinya, akhlak Islami bersifat mutlak, sedangkan moral
dan etika bersifat relatif (nisbi).
Implementasi
Akhlak dalam Kehidupan Bersama
Butir-butir
akhlak di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits bertebaran laksana gugusan
bintang-bintang di langit. Selain satu butir dapat dilihat dari berbagai segi,
juga mempunyai kaitan bahkan persamaan dengan taqwa. Karena itu hanya
dicantumkan beberapa saja sebagai contoh, diantaranya adalah :
1. Akhlak
terhadap Allah SWT. antara lain :
- Al-Hubb, yaitu mencintai Allah SWT. melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan; Kecintaan kita kepada Allah SWT. diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
- Al-Raja, yaitu mengharapkan karunia dan berusaha memperoleh keridhaan Allah SWT.
- As-Syukr, yaitu mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT.
- Qana’ah, yaitu menerima dengna ikhlas semua qadha dan qadhar Allah SWT. setelah berikhtiar maksimal (sebanyak-banyaknya, hingga batas tertinggi).
- Memohon ampun hanya kepada Allah SWT.
- At-Taubat, yaitu bertaubat hanya kepada Allah SWT. Taubat yang paling tinggi adalah taubat nasuha yaitu taubat benar-benar taubat, tidak lagi melakukan perbuatan sama yang dilarang Allah SWT. dan dengan tertib melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
- Tawakal berserah diri kepada Allah SWT.
2. Akhlak
terhadap Makhluk, dibagi dua yakni :
A.
Akhlak terhadap Manusia, diantaranya :
(1). Akhlak terhadap Rasulullah (Nabi Muhammad
SAW.), dianta ranya.
a. Mencintai
Rasulullah SAW. secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
b. Menjadikan
Rasulullah SAW. sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan.
c. Menjalankan
apa yang disuruh-Nya, tidak melakukan apa yang dilarang-Nya.
(2). Akhlak terhadap Orang Tua (birrul walidain),
diantaranya :
a. Mencintai
mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
b. Merendahkan
diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang.
c. Berkomunikasi
dengan orang tua dengan hikmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.
d. Berbuat
baik kepada bapak-ibu dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya,
tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat bapak-ibu ridha.
e. Mendo’akan
keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya
telah meninggal dunia.
(3). Akhlak terhadap Diri Sendiri, diantaranya :
a. Memelihara
kesucian diri.
b. Menutup
aurat (bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan, menurut hukum dan akhlak
Islam).
c. Jujur
dalam perkataan dan berbuat ikhlas serta rendah diri.
d. Malu
melakukan perbuatan jahat.
e. Menjauhi
dengki dan menjauhi dendam.
f. Berlaku
adil terhadap diri sendiri dan orang lain.
g. Menjauhi
segala perkataan dan perbuatan sia-sia.
(4). Akhlak terhadap Keluarga, diantaranya :
a. Saling
membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluaraga
b. Saling
menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak.
c. Berbakti
kepada bapak-ibu.
d. Mendidik
anak-anak dengan kasih sayang.
e. Memelihara
hubungan silahturrahim dan melanjutkan silahturrahmi yang dibina orang tua yang telah meninggal
dunia.
(5). Akhlak terhadap Tetangga, diantaranya :
a. Saling
mengunjungi.
b. Saling
bantu di waktu senang, lebih-lebih tatkala susah.
c. Saling
beri-memberi, saling hormat-menghormati.
d. Saling
menghindari pertengkaran dan permusuhan.
(6). Akhlak terhadap Masyarakat, diantaranya :
a. Memuliakan
tamu.
b. Menghormati
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan.
c. Saling
menolong dalam melakukn kebajikan dan taqwa.
d. Menganjurkan
anggota masyarakat termasuk diri sendiri berbuat baik dan mencegah diri sendiri
dan orang lain melakukan perbuatan jahat (mungkar).
e. Memberi
makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupannya.
f. Bermusyawarah
dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama.
g. Mentaati
putusan yang telah diambil.
h. Menunaikan
amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau
masyarakat kepada kita.
i. Menepati
janji.
B. Akhlak terhadap Bukan
Manusia (Lingkungan Hidup), diantaranya :
a.
Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.
b.
Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan
nabati, flora dan fauna yang sengaja diciptakan Allah SWT. untuk kepentingan
manusia dan makhluk lainnya.
c.
Sayang pada sesama makhluk.
Butir-butir
di atas merupakan akhlak yang baik. Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang
baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang shiddiq, sedangkan akhlak yang
buruk merupakan sifat setan dan orang-orang tercela. Dengan demikian, akhlak
terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
- Akhlak baik atau terpuji (Akhlaqul Mahmudah), yakni perbuatan baik terhadap Allah SWT., terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya.
- Akhlak yang tercela, (Akhlaqul Madzmumah), yakni perbuatan buruk terhadap Allah SWT., perbuatan buruk dengan sesama manusia dan makhluk lainnya.
Berikut akan diuraikan secara singkat mengenai
akhlak buruk :
(1).
Akhlak buruk terhadap Allah SWT. :
a. Takabbur (Al-Kibru), yaitu sikap yang
menyombongkan diri, sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah SWT. di alam
ini, termasuk mengingkari nikmat Allah SWT. yang ada padanya.
b. Musyrik (Alk-Syirk), yaitu sikap yang
mempersekutukan Allah SWT. dengan makhluk-Nya, dengan cara menganggapnya bahwa
ada suatu makhluk yang menyamai kekuasaan-Nya.
c. Murtad (Ar-Riddah), yaitu sikap yang
meninggalkan atau keluar dari agama Islam, untuk menjadi kafir.
d. Munafiq (An-Nifaaq), yaitu sikap yang
menampilkan dirinya bertentangan dengan kemauan hatinya dalam kehidupan
beragama.
e. Riya’ (Ar-Riyaa’), yaitu sikap yang selalu
menunjuk-nunjukkan perbuatan baik yang dilakukannya. Maka ia berbuat bukan
karena Allah SWT. melainkan hanya ingin dipuji oleh sesama manusia. Jadi
perbuatan ini kebalikan dari sikap ikhlas.
f. Boros
atau Berfoya-foya (Al-Israaf), yaitu
perbuatan yang selalu melampaui batas-batas ketentuan agama. Allah SWT.
melarang bersikap boros, karena hal itu dapat melakukan dosa terhadap-Nya,
merusak perekonomian manusia, merusak hubungan sosial dan merusak diri sendiri.
g. Rakus
atau Tamak (Al-Hirshu
atau Ath-Thama’u), yaitu sikap yang tidak pernah merasa cukup,
sehingga selalu ingin menambah apa yang seharusnya ia miliki, tanpa
memperhatikan orang lain. Hal ini termasuk kebalikan dari rasa cukup (Al-Qanaa’ah)
dan merupakan akhlak buruk terhadap Allah SWT. karena melanggar ketentuan
larangan-Nya.
(2).
Akhlak buruk terhadap Manusia :
a. Mudah
marah (Al-Ghadhab),
yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh
kesadarannya, sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan
orang lain.
b. Iri hati
atau dengki
(Al-Hasadu atau Al-Hiqdu), yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu
mengingingkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama
sekali.
c. Mengadu-adu
(An-Namiimah), yaitu
perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain, dengan
maksud agar hubungan sosial keduanya rusak.
d. Mengumpat
(Al-Ghiibah), yaitu
perilaku yang suka membicarakan keburukan seseorang kepada orang lain.
e. Bersikap
congkak (Al-Ash’aru), yaitu
sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari tingkah
lakunya maupun dari perkataannya.
f. Sikap
kikir (Al-Bukhlu), yaitu
sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada orang lain.
g. Berbuat
aniaya (Azh-Zhulmu), yaitu
suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik kerugian materiil maupun non
materiil. Dan ada juga yang mengatakan bahwa seseorang yang mengambil hak-hak
orang lain termasuk perbuatan dzalim (menganiaya).