- Back to Home »
- agama »
- Islam dan Ekonomi
Posted by : Unknown
Selasa, 30 Juni 2015
a.
Pengertian
Ekonomi dalam Islam
Sistem
ekonomi dalam islam adalah suatu konsep penyelenggaraan kegiatan kehidupan
perekonomian baik yang berhubungan dengan produksi, distribusi ataupun
penukaran yang berlandaskan kepada syariat islam yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Sistem
ekonomi islam kontras dengan sistem ekonomi kapitalis yaitu sekulerisme, dimana
paham sekulerisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Dalam kapitalisme
pemanfaatan kepemilikan tidak membuat batasan tatacaranya dan tidak ada pula
batasan jumlahnya, sebab pada sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari
paham kebebasan. Sedang dalam islam ada batasan cara tetapi tidak membatasi
jumlahnya.
b.
Hubungan
Islam dan Ekonomi
Islam
mendefinisikan agama bukan hanya berkaitan dengan spiritualitas atau
ritualitas, namun agama merupakan serangkaian keyakinan, peraturan serta
tuntutan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia, termasuk ketika manusia
berinteraksi dengan sesama manusia atau alam semesta. Dengan demikian, ekonomi
merupakan suatu bagian dari agama.
Ekonomi
Islam dibangun atas dasar agama Islam, sehingga ekonomi Islam bagian tak
terpisahkan dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam
akan mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Ciri khas ekonomi Islam
adalah tidak memisahkan antara norma dan fakta, serta konsep yang rasional.
c.
Pandangan
Islam dalam Ekonomi
Kegiatan sosial-ekonomi (muamalah) dalam Islam
mempunyai cakupan luas dan fleksibel, serta tidak membedakan antara Muslim dan
Non Muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh
Sayyidina Ali, yaitu “dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah
kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”. Dalam segenap aspek
kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai sistem perekonomian yang
berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Syariah yang bersumber dari Al
Quran dan Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem
perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi
Syariah. Sistem Ekonomi Syariah mempunyai beberapa tujuan,
yakni:
1.
Kesejahteraan Ekonomi
dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168, Al-Maidah ayat 87-88, Al-Jumu’ah ayat 10);
2.
Membentuk masyarakat
dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang
universal (Qs. Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8,
Asy-Syu’araa ayat 183)
3.
Mencapai
distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS. Al-An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32);
4.
Menciptakan kebebasan
individu dalam konteks kesejahteraan sosial (QS. Ar-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).
Ekonomi Syariah yang
merupakan bagian dari sistem perekonomian Syariah, memiliki karakteristik dan
nilai-nilai yang berkonsep kepada “amar ma’ruf nahi mungkar” yang
berarti mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang dilarang. Ekonomi Syariah
dapat dilihat dari 4 (empat) sudut pandang, yaitu:
1. Ekonomi Illahiyah
(Ke-Tuhan-an)
2. Ekonomi Akhlaq
3. Ekonomi Kemanusiaan
4. Ekonomi Keseimbangan
Ekonomi Ke-Tuhan-an
mengandung arti bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk memenuhi
perintah-Nya, yakni beribadah, dan dalam mencari kebutuhan hidupnya, manusia
harus berdasarkan aturan-aturan (Syariah) dengan tujuan utama untuk mendapatkan
Ridho Allah. Ekonomi Akhlaq mengandung
arti bahwa kesatuan antara ekonomi dan akhlaq harus berkaitan dengan sektor
produksi, distribusi, dan konsumsi. Dengan demikian seorang Muslim tidak bebas
mengerjakan apa saja yang diinginkan atau yang menguntungkan tanpa mempedulikan
orang lain. Ekonomi Kemanusiaan mengandung arti bahwa Allah memberikan
predikat “Khalifah”hanya kepada manusia, karena manusia diberi
kemampuan dan perasaan yang memungkinkan ia melaksanakan tugasnya. Melalui
perannya sebagai “Khalifah” manusia wajib beramal, bekerja keras,
berkreasi, dan berinovasi. Sedangkan yang dimaksud dengan Ekonomi Keseimbangan
adalah pandangan Islam terhadap hak individu dan masyarakat diletakkan dalam
neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal
dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat
tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada
masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu
sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak
individu dan masyarakat secara berimbang.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa Sistem
Ekonomi Islam mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal
kehidupan, namun penganut ajaran Islam sendiri, seringkali tidak menyadari hal
itu. Hal itu terjadi karena masih berpikir dengan kerangka ekonomi kapitalis,
karena berabad-abad dijajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari
Barat selalu lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di dunia Barat
sendiri telah banyak negara mulai mendalami system perekonomian yang
berbasiskan Syariah.
d.
Syirkah
Syirkah
atau syarikah atau serikat atau kongsi adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil
di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan
proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para
mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah
dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan
nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh
sumber daya.
Ketentuannya, antara lain :
1. Pernyataan
ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2. Pihak-pihak
yang berkontrak harus sadar hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut :
• Setiap mitra harus menyediakan dana
dan pekerjaan.
• Setiap mitra memiliki hak umtuk
mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
• Setiap mitra memberi wewenang kepada
mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi
wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan
mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja.
• Seorang mitra tidak diizinkan untuk
mencairkan dana atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Objek
akad adalah modal, kerja, keuntungan dan kerugian.
Pengertian secara bahasa
Musyarakah secara bahasa
diambil dari bahasa Arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu
modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi),
yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar);
artinya menjadi sekutu atau syarikat1. Menurut arti asli bahasa
Arab, syirkah bererti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh
dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya 2
Pengertian secara fiqih
Adapun menurut makna syara’,
syirkah adalah suatu akad antara 2 pihak atau lebih yang sepakat untuk
melakukan kerja dengan tujuan memperoleh keuntungan3
·
Hukum Syirkah
Adapun yang dasar hukum syirkah oleh
para ulama sebagai berikut :
Artinya
: Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris)[-274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang
benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
1 Kamus al Munawar
2,3 An-Nabhani
Syirkah
hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadith Nabi s.a.w berupa taqrir terhadap
syirkah. Pada saat Baginda diutus oleh Allah sebagai nabi, orang-orang pada
masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad S.A.W.
membenarkannya. Sabda Baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra:
Allah‘Azza
wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah
selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya
khianat, aku keluar dari keduanya4. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa
Aba Manhal pernah mengatakan , “aku dan rekan pembagianku telah membeli sesuatu
dengan cara tunai dan utang.” Lalu kami didatangi oleh Al Barra’bin azib. Kami lalu
bertanya kepadanya. Dia menjawab, “ Aku dan rekan kongsiku, Zaiq bin Arqam,
telah mengadakan pembagian. Kemudian kami bertanya kepada Nabi S.A.W tentang
tindakan kami. Baginda menjawab: “barang yang (diperoleh) dengan cara tunai
silkan kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara utang, silalah kalian
bayar” Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi Hukum melakukan syirkah
dengan kafir zimmi juga adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari
Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah S.A.W. pernah memperkerjakan
penduduk khaibar (penduduk Yahudi) dengan mendapat bagian dari hasil tuaian
buah dan tanaman”
·
Rukun Syirkah
a) akad
(ijab-kabul) juga disebut sighah
b) dua
pihak yang berakad (‘aqidani), mesti memiliki kecekapan melakukan pengelolaan
harta
c) objek aqad (mahal) juga disebut ma’qud
alaihi, samada modal atau pekerjaan
4
Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni
Manakala
syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah adalah objek tersebut boleh
dikelola bersama atau boleh diwakilkan.
Pandangan
Mazhab Fiqih tentang Syirkah Mazhab Hanafi berpandangan ada empat jenis syirkah
yang syari’e iaitu syirkah inan, abdan, mudharabah dan wujuh. 5Mazhab
Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah.
Menurut mazhab syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah yang sah yaitu
inan dan mudharabah. Mazhab hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah
yang sah yaitu syirkah inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.
Ada
pun pembagian boleh samada berbagi hak milik (syirkatul amlak) atau/dan
pembagian aqad Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi
Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang syari’i
sama seperti pandangan mazhab Hanafi dan Zaidiah.
1) Syirkah
Inan
Syirkah inan adalah syirkah yang mana 2 pihak atau lebih,
setiap pihak menyumbangkan modal dan menjalankan kerja. Contoh bagi syirkah
inan: Khalid dan Faizal berbagi menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan
masing-masing mengeluarkan modal RP.50.000 setiap seorang. Perkongsian ini
diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’sahabah. Disyaratkan bahawa modal
yang dibagi adalah berupa uang. Modal dalam bentuk harta benda seperti kereta
mestilah diakadkan pada awal transaksi. Kerja sama ini dibangun oleh konsep
perwakilan (wakalah) dan kepercayaan (amanah). Sebab masing-masing pihak,
dengan memberi/berkongsi modal kepada rekan kongsinya bererti telah memberikan
kepercayaan dan mewakilkan kepada rekan kongsinya untuk mengelola perniagaan.
5
Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu
Keuntungan adalah berdasarkan
kesepakatan semua pihak yang bekerja sama manakala kerugian berdasarkan
peratusan modal yang dikeluarkan6.
2) Syirkah
Abdan
Perkongsian abdan adalah perkongsian 2 orang atau lebih
yang hanya melibat tenaga (badan) mereka tanpa melibatkan perkongsian modal.
Sebagai contoh: Jalal adalah tukang buat rumah dan Rafi adalah juruelektrik
yang berkongsi menyiapkan proyek sebuah rumah. Perkongsian mereka tidak
melibatkan perkongsian kos. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka.
Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah
berkata” aku berkongsi dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash mengenai
harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara aku dan
Ammar tidak membawa apa pun”7. Hadith ini diketahui Rasulullah s.a.w
dan beliau membenarkannya.
3) Syirkah
Mudharabah
Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih
dengan ketentuan, satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain
mengeluarkan modal (mal)8. Istilah mudharabah dipakai oleh ulama
Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh9. Sebagai contoh:
Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak RM 100 ribu kepada Abu Abas
yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan.
6 Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’ meriwayatkan dari Ali
r.a yang mengatakan: “kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan
bergantung kepada apa yang mereka sepakati”
7 HR Abu Dawud dan
Atsram
8 An-Nabhani, 1990:
152
9 Al-Jaziri, 1996:
42; Az-Zuhaili, 1984: 836
Ada
2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah. Pertama, 2 pihak (misalnya A
dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga
(katakanlah C) memberikan menjalankan kerja sahaja. Kedua, pihak pertama
(misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak
kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja.
Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah10.
Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak
pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun, pengelola
terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan,
ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan
kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah
(perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerosakan harta atau
kerugian dana yang diwakilkan kepadanya11. Namun, pengelola turut
menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat
yang ditetapkan oleh pemodal.
4) Syirkah
Wujuh
Disebut syirkah wujuh kerana didasarkan pada kedudukan,
ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh
adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja
(amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam
hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya
termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah
mudharabah padanya12.
10,11 An-Nabhani,
1990: 152
12 An-Nabhani, 1990:154
Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah
antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barangan yang mereka beli
secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan
modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai
pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang
pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari
barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya
dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam
syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan
nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh
masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh
kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan13. Namun,
An-Nabhani mengingatkan bahawa ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah
wujuh adalah kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan
di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh
(katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau
suka memungkiri janji dalam urusan kewangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang
dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap
memiliki kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur
dan tepat janji dalam urusan kewangan.
5) Syirkah
Mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau
lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan,
mudharabah dan wujuh).
13 An-Nabhani,
1990:154
Syirkah
mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap
jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan
jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya;
iaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah
inan) atau ditanggung pemodal sahaja (jika berupa syirkah mudharabah) atau
ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki
(jika berupa syirkah wujuh). Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada
B dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya sepakat bahawa masing-masing
melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk
membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan iaitu B dan C
sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja.
Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, bererti di antara mereka
bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C
sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahawa masing-masing memberikan
suntikan modal di samping melakukan kerja, bererti terwujud syirkah inan di
antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar
kepercayaan pedagang kepada keduanya bererti terwujud syirkah wujuh antara B
dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua
jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.
6) Syirkah
Al Milk
Syirkah Al Milk mengandung arti kepemilikan bersama
(co-ownership) yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih
memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atau suatu kekayaan (aset).
Misalnya, dua orang atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah
atau harta kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat
dibagi-bagi. Contoh lain, berupa kepemilikan suatu jenis barang (misalnya,
rumah) yang dibeli bersama. Dalam hal ini, para mitra harus berbagi atas harta
kekayaan tersebut berikut pendapatan yang dapat dihasilkannya sesuai dengan
porsi masing-masing sampai mereka memutuskan untuk membagi atau menjualnya.
Untuk tetap menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang
menyangkut harta bersama harus mendapat persetujuan semua mitra. Dengan kata
lain, seorang mitra tidak dapat bertindak dalam penggunaan harta bersama
kecuali atas izin mitra yang bersangkutan. Syirkah al milk kadang bersifat
ikhtiyariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau jabariyyah (jabari/tidak
sukarela/involuntary). Apabila harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat
dibagi, namun para mitra memutuskan untuk tetap memilikinya bersama, maka
syirkah al milk tersebut bersifat ikhtiyari (sukarela/voluntary). Contoh lain
dari syirkah jenis ini adalah kepemilikan suatu jenis barang (misalnya rumah)
yang dibeli secara bersama. Namun, apabila barang tersebut tidak dapat
dibagi-bagi dan mereka terpaksa harus memilikinya bersama, maka syirkah al milk
bersifat jabari (tidak sukarela/involuntary atau terpaksa). Misalnya, syirkah
di antara ahli waris terhadap harta warisan tertentu, sebelum dilakukan
pembagian