- Back to Home »
- agama »
- Zakat, Shalat, Puasa, dan Haji
Posted by : Unknown
Selasa, 30 Juni 2015
A.
Zakat
Zakat menurut etimologi (bahasa), berarti nama’
yang artinya kesuburan, taharah berarti kesucian, barakah berarti keberkahan,
dan tazkiyah berarti mensucikan. Syara’ memakai kata tersebut untuk kedua arti
ini.[1]
Sedangkan
secara terminologis (istilah) zakat didefinisikan oleh ulama sebagai berikut:
a.
Mazhab Maliki
Zakat
merupakan pengeluaran sebahagian dari harta yang khusus yang telah mencapai
nisab (batas kuantitas minimal yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang
berhak menerimanya.
b.
Menurut Hanafi
Mereka mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta yang khusus, yang
ditentukan oleh syari’ah karena Allah.
c.
Mazhab Syafi’
Mereka
mendefinisikan zakat sebagai sebuah ungkapan keluarnya harta sesuai dengan cara
khusus.
d.
Mazhab Hanbali
Zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok
yang khusus pula, yaitu kelompok yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an.
Landasan
Hukum Zakat
Hukum-hukum mengenai zakat
telah ditetapkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an dan dijelaskan pula oleh
Rasulullah dalam As-Sunnah yang suci. Adanya penjelasan itu perlu karena
manusia memang sangat membutuhkan keterangan tentang masalah zakat karena zakat
merupakan rukun ketiga dari rukun Islam yang lima, yang merupakan pilar agama
yang tidak dapat berdiri tanpa pilar ini. Zakat, hukumnya wajib ai’n (fardhu
ai’n) bagi setiap muslim apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh syari’at. Zakat, merupakan kewajiban yang disepakati oleh umat
Islam dengan berdasarkan dalil Al-Qur’an, Hadist, dan Ijma’ sebagai dasar
tersebut.[2]
1.
Al-Qur’an
Firman
Allah SWT tentang anjuran menunaikan zakat, antara lain terdapat dalam
Qur’an Surah Al-Taubah : 103
Artinya
:
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu
menjadi ketentraman jiwa buat mereka. Dan Allah Maha Mendengar, Lagi Maha
Penyayang.
Pada
ayat lain Allah SWT berfirman dalam Qur’an surah Al-Hajj : 41
Artinya
:
(yaitu)
orang-orang yang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi, niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat menyuruh berbuat yang ma’ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar dan kepada Allahlah kembalinya segala
urusan.
2.
Hadist
Bahkan
ketika Rasulullah mengutuskan Mua’adz bin Jabal ke Yaman,beliau memberikan
wejangan beberapa hal termasuk diantaranya zakat yang wajib ditunaikan jika
penduduk di sana telah masuk Islam. Beliau bersabda :
Artinya:
Dari
Ibnu Abbas RA bahwa Nabi SAW mengutus Mu’adz RA ke Yaman seraya bersabda,
“Serulah mereka kepada persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka
mentaatinya, maka beritahukan bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima
waktu setiap hari dan malam. Apabila mereka menaatinya, maka beritahukan bahwa
Allah mewajibkan kepada mereka sedekah dalam harta mereka yang diambil dari
orang- orang kaya diantara mereka lalu diberikan kepada orang- orang miskin
mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim)
3.
Ijma’
Ijma’ ulama adalah kesepakatan ulama salaf (terdahulu) dan ulama khalaf
(kontemporer) telah sepakat terhadap kewajiban zakat dan bagi yang
mengingkarinya berarti kafir dan sudah keluar dari Islam.[3]Para
ulama klasik dan ulama kontemporer telah sepakat tentang zakat wajib dilakukan
oleh setiap muslim yang memiliki harta benda dan telah
sampai nisab serta haulnya.[4]
Penerima
Zakat
Secara
khusus Al-Qur’an telah memberikan perhatian dengan menerangkan kepada siapa
zakat itu harus diberikan. Firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 60
yaitu :
Artinya:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf,
yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang,
untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Lagi Maha Mengetahui Lagi Maha
Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah:60).
1.
Fakir dan miskin
Meskipun kedua kelompok ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan, akan
tetapi dalam teknis opersional sering dipersamakan, yaitu mereka yang tidak
memiliki penghasilan sama sekali, atau memilikinya akan tetapi sangat tidak
mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
Zakat yang disalurkan pada kelompok ini dapat bersifat konsumtif, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan dapat pula bersifat produktif, yaitu untuk
menambah modal usahanya.[5]
2.
Amil (pengurus zakat)
Sasaran
ketiga dari pada sasaran zakat setelah fakir dan miskin adalah para amil
zakat. Yang dimaksud dengan amil zakat ialah mereka yang melaksanakan segala
kegiatan urusan zakat, mulai dari mengumpulkan, menyimpan, menjaga,
mencatat berapa zakat masuk dan keluar serta sisanya dan juga menyalur atau
mendistribusikannya kepada mustahik zakat. Allah menyediakan upah bagi mereka
dari harta zakat sebagai imbalan dan tidak diambil dari selain harta zakat.
Mereka diangkat oleh pemerintahan dan memperoleh izin darinya atau dipilih oleh
instansi pemerintahan yang berwenang oleh masyarakat Islam untuk memungut dan
membagikan serta tugas lain yang berhubungan dengan zakat, seperti penyadaran
atau penyuluhan masyarakat tentang hukum zakat, menerangkan sifat-sifat pemilik
harta yang dikenakan kewajiban membayar zakat.[6]
3.
Muallaf (orang-orang yang dibujuk hatinya)
Yaitu
kelompok orang yang dianggap masih lemah imannya, karena baru masuk Islam.
Mereka diberi zakat agar bertambah kesungguhan dalam memeluk Islam dan
bertambah keyakinan mereka, bahwa segala pengorbanan mereka dengan
masuk Islam tidak sia-sia.[7] Dengan
menempatkan golongan ini sebagai sasaran zakat, maka jelas bagi kita bahwa
zakat dalam pandangan Islam bukan sekedar perbuatan baik yang bersifat
kemanusiaan melulu dan bukan pula sekedar ibadah yang dilakukan secara pribadi,
akan tetapi juga merupakan tugas penguasa atau mereka yang berwewenang untuk
mengurus zakat.
4.
Riqab (Hamba sahaya)
Riqab
adalah, golongan mukatab yang ingin membebaskan diri, artinya budak yang telah
dijanjikan oleh tuannya akan dilepaskan jika ia dapat membayar sejumlah
tertentu dan termasuk pula budak yang belum dijanjikan
untuk memerdekakan dirinya.[8]
5.
Gharimin (orang-orang yang memiliki hutang)
Yaitu
orang-orang yang menanggung hutang dan tidak sanggup untuk membayarnya karena
telah jatuh miskin.[9] Mereka
bermacam-macam di antaranya orang yang mendapat berbagai bencana dan musibah,
baik pada dirinya maupun pada hartanya, sehingga mempunyai kebutuhan mendesak
untuk berhutang bagi dirinya dan keluarganya.
6.
Fi sabilillah
Yang
dimaksud dengan fi sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah dalam
pengertian luas sesuai dengan yang ditetapkan oleh para ulama fikih. Intinya
adalah melindungi dan memelihara agama serta meniggikan kalimat tauhid, seperti
berperang, berdakwah, berusaha menerapkan hukum Islam.[10]
Golongan yang termasuk dalam katagori fi sabilillah adalah, da’i, suka relawan
perang yang tidak mempunyai gaji, serta pihak-pihak lain yang mengurusi
aktifitas jihad dan dakwah.
7.
Ibnu sabil
Yang
dimaksud dengan ibnu sabil adalah orang yang terputus bekalnya dalam
perjalanan, untuk saat sekarang, di samping para musafir yang mengadakan
perjalanan yang dianjurkan agama. Ibnu sabil sebagai penerima zakat sering
dipahami dengan orang yang kehabisan biaya diperjalanan ke suatu tempat bukan
untuk maksiat. Tujuan pemberian zakat untuk mengatasi ketelantaran, meskipun di
kampung halamannya ia termasuk mampu. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
Islam memberikan perhatian kepada orang yang terlantar. Penerima zakat pada
kelompok ini disebabkan oleh ketidakmampuan yang sementara. Para ulama sepakat
bahwa mereka hendaknya diberi zakat dalam jumlah yang cukup untuk menjamin
mereka pulang. Pemberian ini juga diikat dengan syarat bahwa perjalanan
dilakukan atas alasan yang bisa diterima dan dibolehkan dalam Islam. Tetapi
jika musafir itu orang kaya di negerinya dan bisa menemukan seseorang yang
meminjaminya uang, maka zakat tidak diberikan kepadanya.[11]
Sistem
Penyaluran Zakat
Zakat adalah sebuah ibadah yang berkaitan
dengan harta benda, dan juga berdimensi sosial ekonomi. Zakat merupakan
kewajiban ilahiah dimana menjalankannya merupakan keharusan sangat penting dan
tidak bisa dihindarkan. Islam tidak hanya menempatkan kaidah-kaidah formalitas
dan aturan cara pelaksanaan. Namun juga menghadapkan kita pada prinsip dasar
umum dan aturan-aturan pasti dalam membelanjakan harta di jalan Allah SWT.
Prinsip-prinsip menolong masyarakat mencetak dan membentuk sikap dan kehidupan yang teratur dalam Islam[12]
B.
Shalat
Shalat (bahasa Arab: صلاة; transliterasi: Sholat),
merujuk kepada ritual ibadah pemeluk agama Islam. Menurut syariat Islam,
praktik shalat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Nabi Muhammad, sebagai figur
pengejawantah perintah Allah.[13] Umat muslim diperintahkan untuk mendirikan shalat,
karena menurut Surah Al-'Ankabut dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar:
Secara bahasa shalat berasal dari bahasa Arab yang memiliki
arti, doa. Sedangkan, menurut istilah, shalat bermakna
serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.
Hukum Shalat
Dalam
banyak hadis, Nabi Muhammad telah memberikan peringatan keras kepada orang yang
suka meninggalkan shalat wajib, mereka akan dihukumi menjadi kafir.[14]dan
mereka yang meninggalkan shalat maka pada hari kiamat akan disandingkan bersama
dengan orang-orang, seperti Qarun, Fir'aun, Haman
dan Ubay bin Khalaf.[15]
Hukum
shalat dapat dikategorisasikan sebagai berikut:
- Fardu, Shalat fardhu ialah shalat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Shalat fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
- Fardu ain adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti shalat lima waktu, dan shalat Jumat (fardhu 'ain untuk pria).
- Fardu kifayah adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan, seperti shalat jenazah.
- Shalat sunah (shalat nafilah) adalah shalat-shalat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak diwajibkan. Shalat nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
- Nafil muakkad adalah shalat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti shalat dua hari raya, shalat sunah witir dan shalat sunah thawaf.
- Nafil ghairu muakkad adalah shalat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti shalat sunah Rawatib dan shalat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti shalat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).
Rukun Shalat
- Berdiri bagi yang mampu.
- Takbiratul ihram.
- Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat.
- Rukuk dan tuma’ninah.
- Iktidal setelah rukuk dan tuma'ninah.
- Sujud dua kali dengan tuma'ninah.
- Duduk antara dua sujud dengan tuma'ninah.
- Duduk dan membaca tasyahud akhir.
- Membaca salawat nabi pada tasyahud akhir.
- Membaca salam yang pertama.
- Tertib melakukan rukun secara berurutan.
Shalat
Berjamaah
Shalat
tertentu dianjurkan untuk dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Pada shalat
berjamaah seseorang yang dianggap paling kompeten akan ditunjuk sebagai imam
shalat,
dan yang lain akan berlaku sebagai Makmum.
- Shalat yang dapat dilakukan secara berjamaah maupun sendiri antara lain:
- Shalat Fardu
- Shalat Tarawih
- Shalat yang mesti dilakukan berjamaah antara lain:
- Shalat Jumat
- Shalat Hari Raya (Ied)
- Shalat Istisqa'
Shalat Dalam Kondisi
Khusus
Dalam situasi dan kondisi tertentu kewajiban
melakukan shalat diberi keringanan tertentu. Misalkan saat seseorang sakit dan
saat berada dalam perjalanan (safar).
Bila seseorang dalam kondisi sakit hingga tidak
bisa berdiri maka ia dibolehkan melakukan shalat dengan posisi duduk, sedangkan
bila ia tidak mampu untuk duduk maka ia diperbolehkan shalat dengan berbaring,
bila dengan berbaring ia tidak mampu melakukan gerakan tertentu ia dapat melakukannya
dengan isyarat.
Sedangkan bila seseorang sedang dalam
perjalanan, ia diperkenankan menggabungkan (jama’) atau meringkas (qashar) shalatnya. Menjamak shalat berarti
menggabungkan dua shalat pada satu waktu yakni zuhur dengan asar atau maghrib dengan isya. Mengqasar shalat berarti meringkas shalat
yang tadinya 4 rakaat (zuhur, asar, isya) menjadi 2 rakaat.
Shalat Dalam Al-Quran
- Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan (Ibrahim 14:31).
- Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji (zina) dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (al-‘Ankabut 29:45).
- Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (Maryam 19:59).
- Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya (al-Ma’arij 70:19-23).
C.
Puasa
Puasa
merupakan terjemah dari shoum (bahasa Arab) yang berarti
menahan diri dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan diri
dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar (subuh) sampai
terbenam matahari (maghrib).
Pengertian
puasa ini telah diterangkan dalam firman Allah surat Al-Baqarah (2) ayat 187:
Artinya:
Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu;
mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan
ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri
mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
manusia, supaya mereka bertakwa. (Q.S Al-Baqarah [2]: 187)
Rukun Puasa
Puasa
merupakan ibadah mahdhah yang pelaksanaannya harus sesuai dengan apa yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Oleh karena itu, kita tidak boleh semaunya
sendiri dalam mengerjakan puasa agar ibadah puasa kita diterima oleh Allah Swt.
Rukun
puasa sendiri hanya ada 2, yakni niat dan imsak:
a. Niat
Niat puasa yaitu adanya suatu
keinginan di dalam hati untk menjalankan puasa semata-mata mengharap ridha
Allah swt, karena menjalankan perintah-Nya. Semua puasa, tanpa adanya niat maka
tidak bisa dikatakan sebagai puasa.
Kapankah
kita berniat berpuasa?
Untuk puasa wajib, maka kita harus berniat sebelum datang fajar, sebagaimana
disabdakan oleh Rasulullah saw: Barang siapa tidak berniat puasa sejak
malam, maka ia tidak mempunyai puasa.[16]
b. Imsak
Kita
sudah terlampau akrab dengan kata imsak, lebih-lebih ketika bulan Ramadhan.
Banyak orang memahami Imsak sebagai waktu menjelang fajar (subuh) dimana
seorang muslim yang akan berpuasa berhenti makan sahur. Padahal makna dari
imsak tidaklah sesempit itu. Imsak yaitu menahan diri dari hal-hal yang
membatalkan puasa seperti makan, minum, dan lain-lain dari mulai terbit fajar
sampai terbenam matahari. Jadi, waktu dimulainya puasa bukanlah pada saat
sirine atau pengumuman imsak disuarakan, tetapi dimulai ketika fajar (subuh).
Tentang kenapa diperlukan sirine dan jadwal waktu imsak itu supaya kita
berhati-hati dan bersiap-siap karena sebentar lagi (sekitar 5 menit lagi) fajar
akan tiba.
Syarat
wajib puasa
Syarat
wajib puasa adalah segala sesuatu yang menyebabkan seseorang diwajibkan
melakukan puasa. Muslim yang belum memenuhi syarat wajib puasa maka dia belum
dikenai kewajiban untuk mengerjakan puasa wajib. Tetapi tetap mendapatkan
pahala apabila mau mengerjakan ibadah puasa. Syarat wajib puasa adalah sebagai
beriktu:
a.
Beragama Islam
b.
Berakal sehat
c.
Baligh
d.
Suci dari haid dan nifas (khusus bagi kaum wanita)
e.
Bermukim (tidak sedang bepergian jauh)
f.
Mampu (tidak sedang sakit)
4. Perbuatan yang disunnahkan
ketika puasa
Puasa
merupakan ibadah yang langsung untuk Allah swt. Oleh karena itu, sudah
semestinya kita mengisi waktu puasa kita dengan amalan-amalan tertentu agar
upaya kita mendengatkan diri kepada Allah dapat tercapai. Dalam sebuah hadist
Qudsi berikut:
“Semua
amal anak adam untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu
untuk-Ku dan Akulah yang langsung membalasnya. Puasa itu ibarat perisai. Pada
hari kalian puasa, janganlah mengucapkan hata-kata kotor (tidak enak didengar)
dan jangan (pla) bertengkar. Jika seseorang encaimu atau mengajakmu bertengkar,
maka katakan kepadanya: ‘aku sedang puasa (siyam)’.”[17]
Adapun amalan sunnah saat berpuasa adalah
sebagai berikut:
a.
Menyegerakan
Berbuka
b.
Makan Sahur
c.
Menggosok Pada Waktu pagi
d.
Membaca dan Menghatamkan
Al-Quran
e.
Shalat lail
f.
Memperbanyak doa
g.
Memperbanyak sedekah
h.
I’tikaf
i.
Umroh
j.
Memperbanyak amal kebaikan
Hal-Hal yang Membatalkan
Puasa
a.
Makan dan minum dengan sengaja. Apabila makan dan minumnya karena lupa atau
paksaan maka hal itu tidak membatalkan puasa.
b.
Muntah dengan sengaja. Apabila muntahnya tidak sengaja maka hal itu tidak
membatalkan puasa.
c.
Berniat berbuka puasa. Sekali berniat berbuka puasa meskipun buka puasa itu
tidak dilaksanakan, puasanya batal.
d.
Megalami haid atu nifas.
e.
Keluar air mani karena memeluk atau mencium isteri/suami atau bermasturbasi.
f.
Bersenggama.
g.
Hilang akal.
h.
Merubah niat.
Perbuatan
Makruh Ketika Berpuasa
Perbuatan
makruh tidak membatalkan puasa, tetapi sepatutnya untuk dihindari, yaitu:
a.
Mandi dengan mengguyur atau berendam. Kalau dalam mandi tersebut secara tidak
sengaja tertelan air, hal itu tidak membatalkan puasa.
b.
Melakukan suntikan baik suntikan itu berupa obat atau makanan.
c.
Bekam
d.
Berkumur-kumur, sikat gigi setelah matahari tergelincir.
e.
Memakai parfum.
D.
Haji
Haji (bahasa Arab: Øج; transliterasi: Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam
yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa.
Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu
(material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa
kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang
dikenal sebagai musim haji (bulan Zulhijah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal
8 Zulhijah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah
melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Zulhijah.
Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji
ini.
Secara lughawi, haji berarti menyengaja
atau menuju dan mengunjungi.[18]
Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni
tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah
dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu
pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain
Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud
dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai
sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf,
sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di
Mina, dan lain-lain.
Latar Belakang Haji
Orang-orang Arab pada zaman jahiliyah telah mengenal ibadah
haji ini yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan
perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada,
seperti thawaf, sa'i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya
banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam
datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap menjalankan apa-apa yang
telah sesuai dengan petunjuk syara' (syariat), sebagaimana yang diatur dalam
al-Qur'an dan sunnah rasul.[19] Latar
belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan
oleh nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah serupa yang
dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim. Ritual sa'i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di sekitar Ka'bah yang
sudah menjadi satu kesatuan Masjid Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang
ritual istri kedua nabi Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf di Arafah adalah ritual untuk
mengenang tempat bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula
dari kelahiran seluruh umat manusia.
Jenis Ibadah Haji
Setiap
jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya.
Rasulullah memberi kebebasan dalam hal itu, sebagaimana terlihat dalam hadis
berikut.
Aisyah
berkata: Kami berangkat beribadah bersama rasulullah dalam
tahun hajjatul wada. Di antara kami ada yang berihram, untuk haji dan umrah dan
ada pula yang berihram untuk haji. Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul
ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang yang berihram untuk haji jika ia
mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul sampai dengan
selesai dari nahar.[20]
Berikut
adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.[21]
Haji
ifrad,
berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila sesorang
bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah.
Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji. Artinya, ketika mengenakan
pakaian ihram di miqat-nya,
orang tersebut berniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji
sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan
umrah.
- Haji tamattu', mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul. Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji, pada tahun yang sama. Tamattu' dapat juga berarti melaksanakan ibadah di dalam bulan-bulan serta di dalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal.
- Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran, berarti melakukan dua thawaf dan dua sa'i.
Kegiatan
Ibadah Haji
Berikut
adalah kegiatan utama dalam ibadah haji berdasarkan urutan waktu:
- Sebelum 8 Zulhijah, umat Islam dari seluruh dunia mulai berbondong untuk melaksanakan Tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah.
- 8 Zulhijah, jamaah haji bermalam di Mina. Pada pagi 8 Zulhijah, semua umat Islam memakai pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji), kemudian berniat haji, dan membaca bacaan Talbiyah. Jamaah kemudian berangkat menuju Mina, sehingga malam harinya semua jamaah haji harus bermalam di Mina.
- 9 Zulhijah, pagi harinya semua jamaah haji pergi ke Arafah. Kemudian jamaah melaksanakan ibadah Wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga Maghrib datang. Ketika malam datang, jamaah segera menuju dan bermalam Muzdalifah.
- 10 Zulhijah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah segera menuju Mina untuk melaksanakan ibadah Jumrah Aqabah, yaitu melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu pertama sebagai simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur rambut atau sebagian rambut, jamaah bisa Tawaf Haji (menyelesaikan Haji), atau bermalam di Mina dan melaksanakan jumrah sambungan (Ula dan Wustha).
- 11 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
- 12 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
- Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah melaksanakan Thawaf Wada' (thawaf perpisahan).
Lokasi
utama dalam ibadah haji
Makkah
al-Mukaromah
Di kota inilah berdiri pusat ibadah umat Islam
sedunia, Ka'bah, yang berada di pusat Masjidil Haram. Dalam ritual haji, Makkah menjadi tempat
pembuka dan penutup ibadah ini ketika jamaah diwajibkan melaksanakan niat dan thawaf haji.
Arafah
Kota di sebelah timur Makkah ini juga dikenal
sebagai tempat pusatnya haji, yaitu tempat wukuf dilaksanakan, yakni pada
tanggal 9 Zulhijah tiap tahunnya. Daerah berbentuk padang luas ini adalah
tempat berkumpulnya sekitar dua juta jamaah haji dari seluruh dunia dan selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Di luar musim haji, daerah ini tidak dipakai.
Muzdalifah
Tempat di dekat Mina dan Arafah, dikenal
sebagai tempat jamaah haji melakukan Mabit
(Bermalam) dan mengumpulkan bebatuan untuk melaksanakan ibadah jumrah di Mina.
Mina
Tempat berdirinya tugu
jumrah, yaitu tempat pelaksanaan kegiatan melontarkan batu ke tugu jumrah
sebagai simbolisasi tindakan nabi Ibrahim ketika mengusir setan. Dimasing-maising tempat itu berdiri tugu yang
digunakan untuk pelaksanaan: Jumrah Aqabah, Jumrah Ula, dan Jumrah Wustha. Di tempat ini jamaah juga diwajibkan untuk
menginap satu malam.
Madinah
Adalah kota suci kedua umat Islam. Di tempat
inilah panutan umat Islam, Nabi Muhammad dimakamkan di Masjid Nabawi. Tempat ini sebenarnya tidak masuk ke dalam
ritual ibadah haji, namun jamaah haji dari seluruh dunia biasanya menyempatkan
diri berkunjung ke kota yang letaknya kurang lebih 330 km (450 km melalui transportasi darat) utara Makkah ini
untuk berziarah dan melaksanakan shalat di masjidnya Nabi.
[1] Wahbah Al- Zuhaili, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Terj.
Agus Efendi dan Baharuddin Fananny), (Bandung : PT Remaja Rosda Karya,
2000), hlm. 3.
[2] Hikmat Kurnia, Panduan Pintar Zakat, (Jakarta: Qultummedia,
2008). hlm. 4
[3] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Studi Komparatif mengenai
status & Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist, (terj.
Salman Harun dkk), (Jakarta: Pustaka Mizan,1996), hlm. 87.
[4] Ibid. , hlm. 87.
[5] Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta:
Gema Insani, 2002), hlm. 149.
[6] Hikmat Kurnia, Panduan Pintar Zakat,, hlm. 142.
[7] Ibid. , hlm. 135.
[8] Fatimah Ismail, AI-Umm, (Malaysia: Victory Agencie, 2000),
hlm. 5.
[9] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: PT Alma’arif, 1978),
hlm. 120.
[10] Hikmat Kurnia, Panduan Pintar Zakat, hlm. 148.
[11] Yasin Ibrahim al-Syaikh, Kitab Zakat,(Bandung : Penerbit
Marja, 2008), hlm. 9.
[12] Ibid, hlm. 79.
[13] Hadits riwayat Imam
Bukhari no. 628, 7246 dan Imam Muslim no. 1533.
[14] Hadis riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi.
[15] Hadis shahih riwayat Imam Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hibban.
[18] Nogarsyah Moede Gayo, Pustaka pintar
haji dan umrah, Inovasi, Jakarta:2003
[19] Sundarmi Burkan Saleh, Pedoman haji,
umrah, dan ziarah, Senayan Abadi Publishing, Jakarta:2003
[20] HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim dan Malik
dari 'Aisyah.
[21] Nogarsyah Moede Gayo, Pustaka pintar
haji dan umrah, Inovasi, Jakarta:2003